Senin, 10 Februari 2020

Yuk, Kenali Hama dan Penyakit Pohon Jati

Februari 10, 2020 0 Comments
Mengenal Jati
Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f.

Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air.  Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa.
Hutan Jati (sumber: pertanianku.com)
Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (biasanya kurang dari 50%) yang membuat proses propagasi secara alami menjadi sulit sehingga tidak cukup untuk menutupi permintaan atas kayu jati. Jati biasanya diproduksi secara konvensional dengan menggunakan biji. Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras. Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi lapisan ini seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri. Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.

Secara ekonomis, Jati merupakan tumbuhan yang dimaanfaatkan kayunya. Di Indonesia, Kayu jati memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Kayu jati dikenal sebagai kayu yang mampu bertahan lama dengan iklim di Indonesia. Pemanfaatan kayu jati ini biasa digunakan sebagai perabot dan pembangunan rumah hingga pertanian. Pemanfaatan kayu jati ini sudah dikenal sejak jaman Kerajaan Majapahit. Bahkan salah satu hasil hutan yang dibawa VOC ke Belanda di jaman penjajahan adalah Kayu Jati.

Selain memiliki nilai ekonomis di atas, Jati juga memiliki manfaat lain diantaranya sebagai hutan produksi, penyangga ekosistem, dan manfaat lain yang tentunya sangat berpengaruh terhadap kelangsungan alam di Indonesia.

Mengenal Hama dan Penyakit Jati
Sebagai jenis tumbuhan Jati tidak dapat terhindar dari berbagai hama dan penyakit. Secara garis besar penyakit Jati menyerang tiga bagian yakni biji/benih, menyerang bibit di persemaian dan hama/penyakit yang menyerang tanaman.


Adapun untuk jenis hama dan penyakit jati bias di simak pada table di bawah ini:

Tabel hama jati

Dalam Anonim (2008) dijelaskan beberapa langkah pengendalian hama dan penyakit yang biasa menyerang pada tanaman jati, sebagai berikut :

a. Hama ulat jati (Hyblaea puera & Pyrausta machaeralis) yang menyerang pada awal musim penghujan, yaitu sekitar bulan Nopember – Januari dengaan gejalan daun-daun yang terserang berlubang karena dimakan ulat. Bila jumlah ulat tersebut tidak banyak cukup diambil dan dimatikan. Bila tingkat serangan sudah tinggi, maka perlu dilakukan pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida.

b. Hama uret (Phyllophaga sp) yang merupakan larva kumbang, biasanya menyerang pada bulan Februari – April dengan memakan akar tanaman terutama yang masih muda, sehingga tanaman tiba-tiba layu, berhenti tumbuh dan kemudian mati. Jika media dibongkar, akar tanaman terputus/rusak dan dapat dijumpai hama uret. Kerusakan dan kerugian paling besar akibat serangan hama uret terutama terjadi pada tanaman umur 1-2 bulan di lapangan, tanaman menjadi mati. Pencegahan dan pengendalian hama uret dilakukan dengan penambahan insektisida granuler di lubang tanam pada saat penanaman atau pada waktu pencampuran media di persemaian, khususnya pada lokasi-lokasi endemik/rawan hama uret.

c. Hama Tungau Merah (Akarina), biasanya menyerang pada bulan Juni – Agustus dengan gejala daun berwarna kuning pucat, pertumbuhan bibit terhambat. Hal ini terjadi diakibatkan oleh cairan dari tanaman/terutama pada daun dihisap oleh tungau. Bila diamati secara teliti, di bawah permukaan daun ada tungau berwarna merah cukup banyak (ukuran ± 0,5 mm) dan terdapat benang-benang halus seperti sarang laba-laba. Pengendalian hama tungau dapat dilakukan dengan menggunakan akarisida.

d. Hama kutu putih/kutu lilin yang bisa menyerang setiap saat pada bagian pucuk (jaringan meristematis). Pucuk daun yang terserang menjadi keriting sehingga tumbuh abnormal dan terdapat kutu berwarna putih berukuran kecil. Langkah awal pengendalian berupa pemisahan bibit yang sakit dengan yang sehat karena bisa menular. Bila batang sudah mengkayu, batang dapat dipotong 0,5 – 1 cm di atas permukaan media; pucuk yang sakit dibuang/dimusnahkan. Jika serangan sudah parah dan dalam skala yang luas maka dapat dilakukan penyemprotan dengan menggunakan akarisida.

e. Hama lalat putih atau serangga kecil bertubuh lunak, mirip lalat, termasuk dalam ordo Homoptera. Hama ini mencucuk dan mengisap cairan tanaman sehingga menjadi layu, kerdil bahkan mati. Selain itu dapat menularkan virus dari tanaman sakit ke tanaman sehat. Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara 1) biologis menggunakan musuh alami berupa predator dan parasitoid, 2) melakukan wiwilan daun dan penjarangan bibit dalam bedengan, 3) penyemprotan larutan campuran insektisida-deterjen sedini mungkin ketika mulai terlihat di persemaian, terutama diarahkan ke permukaan daun bagian bawah, karena serangga ini mengisap cairan dan tinggal pada bagian tersebut, 4) secara mekanis, menggunakan alat penjebak lalat putih (colour trapping) dan 6) pemupukan NPK cair, untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan bibit di persemaian.

f. Penyakit layu–busuk semai sering terjadi pada kondisi lingkungan yang lembab, seperti pada musim hujan. Penyakit ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu 1) serangan penyakit yang dipicu oleh kondisi lingkungan yang lembab dengan gejala banyaknya bibit yang membusuk. Penanganan secara mekanis dapat dilakukan dengan penjarangan bibit, wiwil daun dan pembukaan naungan untuk mengurangi kelembaban. 2) serangan penyakit yang dipicu oleh hujan malam hari/dini hari pada awal musim hujan dengan gejala berupa daun layu seperti terkena air panas. Penyakit ini umumnya muncul pada saat pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan, saat hujan pertama turun yang terjadi pada malam hari atau dini hari pada awal musim hujan. Seranga penyakit terutama pada bibit yang masih muda dan menyebar dengan cepat.

g.  Hama rayap biasa menyerang tanaman jati muda pada musim hujan yang tidak teratur atau puncak musim kemarau. Prinsip pengendaliannya dengan mencegah kontak rayap dengan batang/perakaran tanaman. Usaha yang dapat dilakukan dengan mengoleskan kapur serangga di pangkal batang, menaburkan abu kayu di pangkal batang pada waktu penanaman, pemberian insektisida granuler (G) pada lubang tanam ketika penanaman khususnya pada lokasi yang endemik/rawan rayap,
mengurangi kerusakan mekanis pada perakaran dalam sistem tumpang sari dan menghilangkan sarang-sarangnya.

h. Hama penggerek batang/oleng-oleng (Duomitus ceramicus) adalah bentuk larva yang hidup dalam kulit pohon, menggerek kulit batang sampai kambium dan memakan jaringan kayu muda, membuat liang gerek yang panjang, terutama bila pohon jati kurang subur dan menyebabkan terbentuknya kallus (gembol). Fase larva ini biasanya berlangsung antara April – September. Pengendalian oleng-oleng dengan insektisida fumigan sehingga dapat mengenai sasaran dengan cepat. Pemilihan jenis tanaman tumpang sari yang pendeek, di daerah endemik perlu dilakukan agar ruang tumbuh di bawah tajuk tidak terlalu lembab. Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan penggunaan perangkap lampu (light trap) pada malam hari.

i. Hama penggerek pucuk biasanya menyerang tanaman jati muda. Ulat ini berwarna kemerahan dengan kepala berwarna hitam; dibelakang kepala terdapat cincin kuning keemasan Gejala awal biasanya pada bagian pucuk apikal tiba-tiba menjadi layu dan mengering sepanjang 30-50 cm, yang disebabkan karena adanya lubang gerekan kecil (± 2mm) di bawah bagian yang layu/kering.. Pada bagian ujung batang utama yang mati akan keluar tunas-tunas air/cabang-cabang baru. Pengendalian hama ini dapat dilakukan injeksi insektisida sistemik ke batang dan mengurangi/menghilangkan tunas-tunas air yang muncul agar pucuk yang stagnasi dapat aktif tumbuh lagi. Bila tidak segera dihilangkan maka tunas air yang muncul akan menggantikan fungsi batang utama, sehingga batang di bagian atas membengkok.

j. Hama Kutu Putih (Pseudococcu /mealybug) menyerang dengan menghisap cairan tanaman terutama pada musim kemarau. Seluruh tubuhnya dilindungi oleh lilin/tawas dan dikelilingi dengan karangan benang-benang tawas berwarna putih; pada bagian belakang didapati benang-benang tawas yang lebih panjang. Hama ini sering menyebabkan daun keriting, pucuk apikal tumbuh tidak normal (bengkok dan jarak antar ruas daun pendek). Hama ini biasanya akan menghilang pada musim hujan namun kerusakan yang terjadi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Hama kutu ini bersimbiosis dengan semut gramang (Plagiolepis longipes) dan semut hitam (Dolichoderus bituberculatus) yang sering memindahkan kutu dari satu tanaman ke tanaman lain. Pengendaliannya dengan penyemprotan insektisida nabati dan pemotongan bagian-bagian yang cacat dan hendaknya dilakukan pada awal musim penghujan.

k. Hama kupu putih (peloncat flatid putih) umumnya menyerang tanaman jati muda. Dari kenampakannya, hama kupu putih yang menyerang jati ini sangat mirip dengan spesies flatid putih Anormenis chloris. Jenis serangga flatid jarang dilaporkan menyebabkan kerusakan ekonomis pada tanaman budidaya. Namun demikian, apabila populasinya tinggi dalam skala luas pada musim kemarau yang panjang akan memperbesar tekanan terhadap tanaman muda sehingga meningkatkan resiko mati pucuk. Pengendalian hama ini dilakukan dengan aplikasi insektisida sistemik melalui batang (bor/bacok oles) dan penyemprotan bagian bawah daun, ranting dan batang dengan insektisida racun lambung.

l. Hama kumbang bubuk basah (Xyleborus destruens) atau kumbang ambrosia menyerang pada batang jati di daerah-daerah dengan kelembaban tinggi. Di daerah yang curah hujannya lebih dari 2000 mm per tahun, serangan hama ini dapat ditemukan sepanjang tahun. Gejala yang nampak berupa kulit batang berwarna coklat kehitaman akibat adanya lendir yang bercampur kotoran X. destruens. Serangan hama ini tidak mematikan pohon atau mengganggu pertumbuhan tetapi akibat saluran-saluran kecil melingkar pada batang akan menurunkan kualitas kayu. Pencegahan dilakukan dengan tidak menanam jati di daerah yang curah hujannya lebih dari 2000 mm per tahun. Menebang pohon-pohon yang diserang pada waktu penjarangan. Mengurangi kelembaban mikro tegakan, misalnya dengan mengurangi tumbuhan bawah dan melakukan penjarangan dengan baik.

m. Penyakit layu bakteri dapat menyerang bibit maupun tanaman muda di lapangan (umur 1-5 tahun) yang dapat menyebabkan kematian. Gejalanya daun (layu, menggulung, mengering dan rontok), batang (layu dan mengering) serta bagian akar rusak. Pada kambium atau permukaan luar kayu gubal nampak garis-garis hitam membujur sepanjang batang. Pengendaliannya dapat dilakukan secara biologis, kimiawi dan cara silvikultur. Cara biologi dan kimiawi baik untuk mengatasi serangan di persemaian, sedangkan untuk serangan pada tanaman di lapangan, maka cara silvikultur lebih efektif dan aman. Cara biologi dilakukan dengan menggunakan bakteri antagonis Pseudomonas fluorescens dan cara kimiawi menggunakan bakterisida, yang disemprotkan ke seluruh permukaan tanaman dan sekitar perakaran. Cara silvikultur dilakukan dengan memperbaiki drainase lahan dan pengaturan jenis tumpang sari pada tanaman pokok jati.

n. Hama Inger-Inger (Neotermes tectonae) merupakan suatu golongan rayap tingkat rendah. Gejala kerusakan berupa pembengkakan pada batang, umumnya pada ketinggian antara 5-10 m, dengan jumlah pembengkakan dalam satu batang terdapat 1-6 lokasi dan menurunkan kualitas kayu. Waktu mulai hama menyerang sampai terlihat gejala memerlukan waktu 3-4 tahun, bahkan sampai 7 tahun. Serangan hama inger-inger umumnya pada lokasi tegakan yang memiliki kelembaban iklim mikro tinggi, seperti akibat tegakan yang terlalu rapat. Pencegahan dan Pengendalian dengan penjarangan yang sebaiknya dilakukan sebelum hujan pertama atau kira-kira bulan oktober guna mencegah penyebaran sulung (kelompok hama inger-inger yang mengadakan perkawinan). Secara biologi hama ini mempunyai musuh alami seperti burung pelatuk, kelelawar, tokek, lipan, kepik buas, cicak, dan katak pohon. Karena itu keberadaan predator-predator tersebut harus dijaga di hutan jati.

Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Jati
https://mtolshop.id/mengenal-sedikit-tentang-sejarah-kayu-jati-2/
https://www.susangallery.co.id/content/22-Karakteristik-Pohon-Jati
https://forestryinformation.wordpress.com/2011/07/16/hama-dan-penyakit-pada-tanaman-jatidan-cara-pengendaliannya/
http://www.ejournalunb.ac.id/index.php/JSN/article/download/42/40 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1120/132307219%282%29.pdf?
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/WartaRimba/article/download/3572/2585
https://media.neliti.com/media/publications/235993-inventarisasi-hama-tanaman-jati-unggul-n-843688a8.pdf