Jumat, 05 Maret 2021

Yuk Kenali Kulin Kemitraan kehutanan (KK) Dalam Perhutanan Sosial

Maret 05, 2021 0 Comments

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki hutan yang luas. Bahkan termasuk dalam 10 besar negara dengan luas wilayah hutannya. Salah satu hutan yang dimiliki oleh Indonesia adalah Hutan Sosial. 


Kehutanan Sosial jelas berbeda dengan hutan konvensional. Berdasarkan Permen LHK No. P.83 Tahun 2016 Tentang Perhutanan Sosial, Perhutanan Sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.

nur fadhilah syahrawi

Perhutanan Sosial sendiri dibagi menjadi beberapa ruang lingkup. Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanah Rakyat, Hutan Adat/Hutan Rakyat, dan Kemitraan kehutanan. Hutan-hutan terebut memilki ijin Kelola yang berbeda. Namun yang akan kita bahas kali ini adalah Kemitraan Kehutanan (KK).


Apa itu Kemitraan Kehutanan (KK)?

Berdasarkan Permen LHK No. P.83 Tahun 2016 Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan. 


Dalam Peraturan Meteri di atas Pasal 40 disebutkan bahwa Pengelola hutan atau pemegang izin wajib melaksanakan pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan. 


Pengelola hutan yang dimaksud meliputi: 

a. kesatuan pengelolaan hutan; 

b. balai besar/balai taman nasional; 

c. balai besar/balai konservasi sumber daya alam; 

d. pengelola kawasan hutan dengan tujuan khusus; 

e. unit pelaksana teknis daerah taman hutan raya; dan/atau 

f. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah pengelola hutan negara. 


Sedangkan pemegang izin dari pemanfaatan hutan diantaranya:

a. izin usaha pemanfaatan kawasan; 

b. izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan; 

c. izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam; 

d. izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman; 

e. izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam; 

f. izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman; 

g. izin usaha pemanfaatan air; 

h. izin usaha pemanfaatan energi air; 

i. izin usaha pemanfaatan jasa wisata alam; 

j. izin usaha pemanfaatan sarana wisata alam; 

k. izin usaha pemanfaatan penyerapan karbon di hutan produksi dan hutan lindung; 

l. izin usaha pemanfaatan penyimpanan karbon di hutan produksi dan hutan lindung; 

m. izin penggunaan kawasan hutan; dan/atau 

n. izin usaha industri primer hasil hutan.


Syarat Menjadi Mitra Pengelola atau Pemegang Izin

a. Memiliki kartu tanda penduduk atau surat keterangan tempat tinggal dari Kepala Desa setempat yang membuktikan bahwa calon mitra bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar areal pengelola hutan dan pemegang izin; 

b. Dalam hal masyarakat berada di dalam kawasan konservasi sebagai penggarap dibuktikan dengan areal garapan sebelum ditunjuk/ditetapkan kawasan konservasi berupa tanaman kehidupan berumur paling sedikit 20 (dua puluh) tahun atau keberadaan situs budaya; 

c. Dalam hal masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada huruf a berasal dari lintas desa, diberikan surat keterangan oleh camat setempat atau lembaga adat setempat; 

d. Mempunyai mata pencaharian pokok bergantung pada lahan garapan/pungutan hasil hutan bukan kayu di areal kerja pengelola hutan atau pemegang izin; dan 

e. Mempunyai potensi untuk pengembangan usaha padat karya secara berkelanjutan.  


Adapun dalam hal Dalam hal masyarakat setempat atau perorangan bermitra dengan pemegang izin industri primer hasil hutan kayu atau bukan kayu, masyarakat memiliki bukti sebagai pemasok bahan baku ke pemegang izin industri mitranya.


Mengenal Areal Kemitraan kehutanan

Areal kemitraan kehutanan antara pengelola hutan atau pemegang izin dengan masyarakat setempat ditetapkan dengan ketentuan: 

a. areal konflik dan yang berpotensi konflik di areal pengelola hutan atau pemegang izin; 

b. areal yang memiliki potensi dan menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat; 

c. di areal tanaman kehidupan di wilayah kerja IUPHHK-HTI; 

d. di zona pemanfaatan, zona tradisional dan zona rehabilitasi pada taman nasional atau blok pemanfaatan pada taman wisata alam dan taman hutan raya; dan/atau 

e. areal yang terdegradasi di kawasan konservasi. 


Adapun Dalam hal areal yang terdegradasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berada di zona inti atau zona rimba pada taman nasional atau blok perlindungan pada taman hutan raya dan taman wisata alam, sebelum diberikan kegiatan kemitraan pada kawasan konservasi dilakukan revisi  zonasi dan blok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pemanfaatan Areal Perhutanan Sosial

Pemanfaatan hutan dalam rangka kemitraan kehutanan berupa hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan hutan di hutan lindung atau hasil hutan bukan kayu, hasil hutan kayu dan jasa lingkungan hutan di hutan produksi. Sedangkan Tata usaha hasil hutan bukan kayu diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.


Pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau hasil hutan bukan kayu dan/atau jasa lingkungan di areal kemitraan kehutanan berdasarkan naskah kesepakatan kerja sama.


Hak dan Kewajiban Serta Fasilitas Pengelola atau Pemegang Izin

Setiap Pengelola atau Pemegang Izin memiliki Hak dan Kewajiban yang diatur oleh Peraturan Menteri. Sehingga nantinya para pemegang inin ataupun pengelola mampu mengelola dengan baik. Adapun hak dan kewajiban Pengelola dan Pemegang Saham sebagai berikut:


Hak pengelola atau pemegang izin dalam kemitraan kehutanan: 

a.  melaksanakan kegiatan pengelola hutan atau kegiatan usaha pengelolaan hutan atau kegiatan pemanfaatan hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan 

b. mendapat perlindungan dari perusakan lingkungan hidup dan hutan. 


 Hak mitra dalam kegiatan kemitraan kehutanan: 

a.  mendapat keuntungan yang setimpal dari hasil kegiatan kemitraan kehutanan sesuai dengan naskah kesepakatan kerja sama; dan 

b. mendapat bimbingan teknis dari pengelola hutan atau pemegang izin.


Pengelola atau Pemegang Izin dalam Kemitraan Kehutanan wajib: 

a.  melaksanakan pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan; 

b. membayar penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan kemitraan kehutanan; dan 

c. melindungi mitranya dari gangguan perusakan lingkungan hidup dan kehutanan. 

Mitra dalam kegiatan kemitraan kehutanan wajib: 

a. mentaati naskah kesepakatan kerja sama; 

b. menjaga dan melindungi areal kemitraan bersama mitranya; dan 

c. membayar penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan kemitraan kehutanan kecuali pengelola atau pemegang izin rela membayar penerimaan negara bukan pajak.


Selain Hak dan Kewajiban, Pengelola dan Pemegang Izin memiliki fasilitas di antaranya:

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi Pemegang HPHD, IUPHKm, IUPHHK-HTR, Kemitraan Kehutanan dan Pemangku Hutan Adat. 

(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi fasilitasi pada tahap usulan permohonan, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas termasuk manajemen usaha, pembentukan koperasi, tata batas areal kerja, penyusunan rencana pengelolaan hutan desa, rencana kerja usaha, dan rencana kerja tahunan, bentuk-bentuk kegiatan kemitraan kehutanan, pembiayaan, pasca panen, pengembangan usaha dan akses pasar. 

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah dalam memberikan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dibantu oleh Pokja PPS dan penyuluh kehutanan, instansi lain yang terkait, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi. 

(4) Pemerintah memfasilitasi program/kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, konservasi tanah dan air, konservasi keanekaragaman hayati, pemberdayaan masyarakat berbasis konservasi, sertifikasi pengelolaan hutan lestari dan/atau sertifikasi legalitas kayu. 

Materi:
   

Sumber: http://pkps.menlhk.go.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_luas_wilayah_hutan

Rabu, 03 Maret 2021

Menguak Prospektif Gaharu, HHBK Bernilai Ekonomi Tinggi

Maret 03, 2021 0 Comments

 Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil hutan. Bahkan Indonesia juga disebut sebagai paru-paru dunia. Hal ini tidak lepas luasnya hutan di Indonesia. Sampai dengan Tahun 2019 terdapat  125.921.112  ha luas kawasan hutan Indonesia.  Kawasan hutan tersebut terdiri atas hutan konservasi seluas 27.422.592 ha, hutan lindung seluas 29.661.015 ha, hutan produksi terbatas seluas 26.787.910 ha, hutan produksi tetap seluas 29.202.047 ha, dan hutan produksi yang dapat di konservasi seluas 12.847.548 ha.

gaharu

Dengan luas tersebut, maka sumber daya alam dan prosepek untuk memanfaatkan hutan di Indonesia semakin terbuka. Salah satu sumber daya alam dari hutan yang memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan adalah Hasil Hasil hutan bukan kayu.


1. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Pengertian lainnya dari hasil hutan bukan kayu yaitu segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Sedangkan menurut Undang-undang, pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu diantaranya:

- Menurut Undang-undang No 41 tahun 1999, HHBK terdiri dari benda-benda hayati yang berasal dari flora dan fauna yang hidup di hutan. Selain itu, HHBK juga meliputi jasa air, udara, dan manfaat tidak langung dari hutan.


- Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No 35 tahun 2007, HHBK adalah hasil hutan baik nabati atau hewani serta produk turunan dan budidaya, kecuali produk kayu yang berasal dari hutan.


2. Macam-macam  HHBK

Hasil Hutan Bukan Kayu dibedakan menjadi dua macam yaitu HHBK Non Komersil dan HHBK Komersil.


Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Non Komersil

Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu non komersil umumnya diambil dan dimanfaatkan secara langsung, antara lain:


1. Buah-buahan

Hutan menghasilkan beragam buah-buahan, baik yang selalu berbuah sepanjang tahun maupun buah musiman. Bagi masyarakat sekitar hutan, buah merupakan sumber makanan penting, seperti buah cempedak, durian, duku, pisang, salak, sukun dan sebagainya.


2. Umbi-umbian

Bagi suku-suku yang hidup di pedalaman, umbi-umbian menjadi makanan pokok dan banyak ditanam di kawasan hutan. Misalnya di kawasan hutan yang dihuni oleh Orang Rimba, ditempat ini banyak ditanam jenis umbi-umbian sebagai berikut:


Ubi rambat atau ubi jalar dalam bahasa Orang Rimba disebut dengan bubi pilo umumnya ditanam ladang dan tidak ditemukan tumbuh liar di hutan.


Gadung merupakan makanan bagi Orang Rimba ketika paceklik. Gadung menjadi pilihan terakhir karena mengandung racun sehingga memerlukan tahap pengolahan yang hati-hati.


Keladi meliputi keladi santai, abang pinggang, kambau, rumpun pisang, mangkuk dan keladi kuning yang dapat dimakan mentah) dan berbagai jenis umbi-umbian lainnya.


3. Madu

Madu merupakan hasil hutan non kayu yang mempunyai banyak khasiat dan telah lama dimanfaatkan oleh manusia. Misalnya madu sumbawa yang memiliki keistimewaan berupa hasil dari lebah endemik dan nektar yang berasal dari pohon gaharu hutan.


Selain itu, di hutan Jambi tempat Orang Rimba tinggal juga terdapat madu istimewa bernama madu sialang. Orang rimba umumnya meminum madu dengan mencampur madu dengan sedikit air pada wadah yang terbuat dari bambu.


Madu sendiri dapat dikategorikan sebagai hasil hutan non kayu non komersil dan komersil apabila diperjualbelikan.


4. Tanaman Obat

Hutan menyimpan berbagai jenis tumbuhan yang bermanfaat dalam bidang medis dan kesehatan. Misalnya, tumbuhan purwaceng yang mempunyai khasiat untuk kebugaran dan daya tahan pria, serta sambiloto yang merupakan tanaman herba pahit kaya manfaat.


Sama halnya dengan madu, tanaman obat dapat masuk sebagai hasil hutan bukan kayu non komersil atau komersil jika diperjualbelikan.

 

5. Hewan

Bagi suku yang tinggal di hutan, aneka jenis hewan buruan memberikan kecukupan makanan sebagai lauk pauk. Ikan, burung, babi, dan sebagainya merupakan binatang yang menjadi sasaran buruan masyarakat sekitar hutan.


Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Komersil

Hasil hutan non kayu komersil adalah hasil hutan selain kayu yang memiliki nilai ekonomis dan dapat diperjualbelikan, antara lain:


1. Rotan

Rotan adalah tanaman yang tumbuh merambat dari keluarga Palmae. Sebagai hasil hutan bukan kayu, rotan Indonesia mencapai puncak kejayaan ketika mencukupi 85% kebutuhan bahan baku di dunia. Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ini dihasilkan oleh daerah-daerah di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Papua.


Saat ini, penggunaan rotan alami sebagai bahan baku industri kerajinan mulai digantikan oleh rotan sintetik dari bahan High Density Polythylene (HDPE) yang memiliki keunggulan, seperti lebih tahan lama, dapat didaur ulang, serta tersedia dalam berbagai warna.


2. Damar

Damar dihasilkan dari pohon Agathis dammara (Lamb.) Rich yang merupakan flora asli Indonesia. Pohon ini tersebar di daerah Jawa, Maluku, Sulawesi, hingga Palalawan dan Samar di Filipina. Tumbuhan ini banyak dibudidayakan untuk diambil getahnya kemudian diolah menjadi kopal.

 

Kopal adalah hasil olahan getah atau resin yang disadap dari batang pohon damar. Dalam dunia industri, kopal digunakan untuk bahan dasar pelapis kertas agar tinta pena tidak menyebar, penambal gigi dan plester, serta campuran lak dan vernis.


3. Enfleurasi

Enfleurasi adalah metode ekstraksi dengan lemak dingin untuk produksi minyak yang dihasilkan dari bunga, seperti bunga melati dan bunga sedap malam. Enfleurasi menggunakan lemak karena lemak mempunyai daya absorbsi yang tinggi terhadap minyak yang dihasilkan bunga.


Contoh produk hasil enfleurasi adalah pomade, yakni lemak beraroma khas dari bahan yang telah terenfleurasi. Untuk mendapatkan minyak murni, pomade yang telah terbentuk akan kembali diekstrasi dengan alkohol dan hasilnya disebut ekstrait.


3. Gaharu

Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin yang khas dari sejumlah spesies pepohonan marga atau genus Aquilaria, terutama Aquilaria malaccensis. Seperti minyak atsiri, kandungan resin dari pohon gaharu yang berbau harum banyak dimanfaatkan dalam industri parfum dan setanggi.


Secara ekonomis, Gaharu memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Dikenal memiliki nilai jual dan pasar yang sangat besar, ternyata gaharu banyak menyimpan manfaat dan potensi yang bisa dimanfaatkan. 


Kayu dari pohon gaharu memiliki keunikan, yaitu pada umur 25 tahun pohon ini secara alami akan terserang penyakit pada bagian gubal kayu. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Fusarium sp yang menjadikan gubal gaharu menghasilkan wangi khas dan berbeda dari pohon lainnya.


4. Manfaat Gaharu

Sama seperti manfaat kayu pada umumnya, kayu gaharu dapat dimanfaatkan untuk kepeluan bahan bangunan, furniture dan lainnya. Namun karena memiliki kandungan resin yang menyebabkan munculnya aroma khas, pohon gaharu juga dimanfaatkan untuk kebutuhan sebagai berikut:


Parfum atau wewangian

Obat atau terapi penyakit

Aromaterapi dan antidepresan

Bahan komestik, seperti shampoo dan bedak

Untuk ritual kebudayaan, seperti dupa

Bahan kayu tasbih

Mengobati sembelit, kembung, diare, masuk angin hingga penyakit ginjal

Menurunkan hipertesi dan sesak napas


Untuk memperoleh manfaat kayu gaharu agar dapat digunakan secara langsung, maka dilakukan proses penyulingan atau distalasi uap sehingga minyak dan senyawa aromatik gaharu dapat terpisah dari kayunya.


5. Cara menghasilkan Gaharu

Ada beragam cara untuk menghasilkan Gaharu terbaik. Beberapa diantaranya sudah melalui proses riset yang sudah dilakukan oleh beberapa ahli. Seperti yang dilakukan oleh Megga Ratnasari Pikoli, Suhendra, Baihaki Ulma, dan Dinda Ikhwati dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2018. 


Riset yang didukung oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Kementerian Agama RI ini tidak hanya tentang manfaat Gaharu, tetapi juga mengenai teknik pembuatan ekstrak gaharu. Adapun pembuatan ekstrak Gaharu tersebut diantaranya:


Pertama, batang gaharu dikeringkan, dicacah dengan blender, dan ditempatkan dalam labu erlenmeyer. Aquades ditambahkan sebanyak volume cacahan batang dan didiamkan selama tiga hari.  


Larutan yang telah berwarna kecoklatan dipisahkan dari ampas batang. Ekstrak-air batang gaharu selanjutnya ditambahkan ke dalam larutan potato dextrose broth (PDB) sebanyak 4% dan 8% (v/v) dan disterilisasi dengan autoklaf.


Selanjutnya, dilakukan produksi komponen inokulan yang terdiri dari isolat fungi dan ekstrak mikroalga. Yaitu setiap isolat yang telah dimurnikan pada medium potato dextrose agar diperbanyak pada medium potato dextrose broth yang diberi 4% (v/v) atau 8% (v/v) ekstrak-air batang gaharu sebagai enrichment.  


Kultur diinkubasi pada suhu ruang sambil digoyang-goyang selama tiga hari. Pertumbuhan fungi dalam kedua medium berbeda konsentrasi ekstrak tersebut diamati secara kualitatif. Sementara itu, ekstrak mikroalga disiapkan, seperti yang telah dijelaskan.  


Selanjutnya fungi dan ekstrak ini dijadikan sebagai inokulan tunggal atau dikombinasikan. Sementara dalam analisis kimia gubal, dari setiap perlakuan dicuplik dengan cara dikikis dari setiap titik injeksi, untuk kemudian dibawa ke laboratorium.  


Sampel gubal dihaluskan dengan blender secara kering, lalu direndam dalam pelarut hexane selama 24 jam. Kemudian larutan didekantasi ke dalam microtube dan dipindahkan sebanyak 300 ul dalam microvial.  Macam kandungan di dalam ekstrak diketahui dari analisis ekstrak dengan GC-MS, mengikuti kondisi yang diberikan. Kemudian pada injeksi ikolun, batang utama pohon gaharu yang berusia minimal tujuh tahun dilubangi dengan bor kayu berdiameter 6 mm.  


Lingkar pohon adalah sekitar 60 cm, kedalaman lubang adalah 8 cm, dengan kemiringan 15°. Setiap lingkar pohon ditandai empat titik bor, yang berseling dengan lingkar di atas atau bawahnya. Jarak horizontal antar titik adalah 15 cm.  Inokulan diinjeksi dengan volume 3 ml, kemudian ditutup dengan selotip plastik. Injeksi dilakukan pada 2 pohon, dengan 3 ulangan per formula per pohon. 


Terkahir, pengamatan pembentukan gubal dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada bulan pertama dan kedua sejak diinjeksi. Kulit pohon di sekitar lubang injeksi dikupas sedalam 2 cm, dan gubal yang terbentuk diamati secara visual dengan melihat pembentukan warna coklat di sekitar lubang injeksi, diukur panjang vertikal dan horizontalnya, dan didokumentasi dengan kamera. 


Setelah selesai pengamatan pada bulan pertama, lubang dan kulit batang dibiarkan terbuka. Pada bulan kedua, gubal kembali diamati, diukur dan didokumentasikan. Setelah itu, sampel gubal dikupas sedalam ±2-3 mm dan dikering-anginkan. Gubal kering dibakar dengan pemantik api, dan asap yang keluar setelahnya dibaui. 


6 Budidaya Gaharu

Mengingat status kepunahan pohon gaharu berada pada kondisi Rentan Punah, maka diperlukan budidaya agar tetap lestari dan tidak punah. Secara alami, pohon gaharu akan menghasilkan minyak pada umur 25 tahun akibat pertahanan diri dari serangan Fusarium sp.


Akan tetapi, dengan teknik budidaya tertentu seperti penyuntikan virus secara sengaja, maka pohon gaharu telah dapat dipanen pada umur 5 tahun. Tentu ini memberikan keuntungan secara ekonomis, karena penebangan gaharu alam dapat berkurang.


1. Pemilihan Bibit Gaharu

Cara mendapatkan bibit gaharu berkualitas adalah dari persemaian yang juga berkualitas. Kita dapat membeli langsung ke penjual bibit pohon agar dapat memilih dari mencari informasi bibit mana yang memiliki kualitas baik.


Bibit gaharu siap tanam dan berkualitas baik serta sehat memiliki ciri, yaitu diameter sekitar 1 cm, akar tanaman tidak menembus plastik polybag, daun segar dan tidak layu, belum memiliki jaringan kayu yang dominan pada batang, tinggi sekitar 20 cm hingga 30 cm, dan jumlah daun dan tinggi batang proporsional.



 

Bibit harus diperlakukan dengan baik, misalnya ketika melakukan pemindahan atau pengangkutan bibit. Perlakukan yang mengesampingkan keamanan bibit, kemungkinan dapat menurunkan kualitasnya.


Agar kualias bibit gaharu terus terjaga, maka tanah dalam polybag harus selalu lembap namun tidak tergenang air, kepadatan tanah baik, hindari dari paparan sinar matahari secara langsung, serta tidak terkena hujan secara langsung.


2. Kualitas Lahan Tanam

Dalam membudidayakan gaharu, lahan tanam dapat disesuaikan dengan jumlah bibit yang akan ditanam. Penentuan jumlah bibit dapat ditentukan dengan berpegangan pada jarak tanam pohon gaharu, yakni 3 m x 3 m. Jika kita memiliki lahan 1 hektar, maka jumlah bibit yang diperlukan adalah 1.111 bibit.


Tanah yang sesuai untuk budidaya gaharu adalah tanah subur yang cukup akan unsur hara, pori-porti tanag baik, tekstur proporsional, tingkat aerasi baik atau tidak tergenang, gembur, pH tanah netral (6 atau 7), serta dekat dengan sumber air untuk penyiraman.


3. Persiapan Media Tanam

Sebelum melakukan penanaman, media tanam perlu disiapkan paling lambat 2 minggu sebelum masa tanam. Pembuatan lubang tanam dapat dilakukan lebih awal agar lubang memperoleh cukup pasokan unsur hara.


Ukuran lubang tanamnya sekitar 3 m x 3 cm x 3 m, akan tetapi juga dapat menyesuaikan terhadap jenis gaharu yang akan ditanam.


Seperti tanaman pada umumnya, polybag bibit harus dilepaskan dengan hati-hati. Selanjutnya, bibit ditempatkan pada lubang tanam dan ditimbun dengan tanah gembur. Untuk menambah kandungan unsur hara dalam tanah, kita dapat menggunakan pupuk organik tambahan, seperti NPK. Pupuk NPK diberikan dengan takaran 20-30 gram pada setiap lubang tanam.


Jika keasaaman media tanam rendah atau dibawah pH 5, dapat dilakukan pembasaan atau pengapuran. Berikan kapur dolomit sekitar 100 gram pada setiap lubang tanaman.


4. Naungan Gaharu

Pohon gaharu sebisa mungkin dihindarkan dari penguapan yang berlebihan. Oleh sebab itu, pemberian naungan dapat dilakukan, seperti jerami, dedaunan, atau bahkan dari plastik. Naungan yang baik tidak menutupi sinar matahari secara keseluruhan, sebab gaharu tetap memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis.


Gaharu dapat ditanam pada pertengahan musim huja, karena memerlukan cukup air dan sinar matahari untuk tumbuh berkembang.


5. Perawatan Gaharu

Kita dapat melakukan perawatan umum pada pohon gaharu, seperti penyiangan, penyulaman, pemangkasan, serta perlindungan dari hama dan penyakit.


Penyiangan dibutuhkan agar pohon gaharu tumbuh optimal tanpa memperebutkan unsur hara dalam tanah dengan tumbuhan lainnya, seperti semak belukar dan rerumputan yang tumbuh secara alami.


Pemangkasan dilakukan untuk mengurangi batang yang tumbuh ketika pohon masih pendek. Tujuannya adalah agar pohon gaharu menghasilkan kayu yang panjang, besar dan lurus.


Perlindungan hama dilakukan dengan cara memantau pertumbuhan dan keadaan sekitar tanaman.Pemberian pestisida dapat dilakukan dan menyesuaikan hama yang menyerang, baik itu pestisida organik maupun pestisida kimia.


Sumber: 

https://rimbakita.com/hasil-hutan-bukan-kayu/

https://imunitas.or.id/3562/hasil-hutan-bukan-kayu-hhbk/

https://id.wikipedia.org/wiki/Gaharu

https://rimbakita.com/pohon-gaharu/

https://mitra.nu.or.id/post/read/107949/tata-cara-pembuatan-ekstrak-gaharu-dan-produksi-komponen-inokulan

https://8villages.com/full/petani/article/id/5e7825a4915f616133a9a15a