Selasa, 05 Januari 2021

Mengenal Green Climate Fund dan Programnya Untuk Indonesia

mengenal green climate fund

Apa Itu Green Climate Fund (GCF)?

Green Climate Fund (GCF) adalah sebuah mekanisme pendanaan di bawah Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) yang secara khusus dibentuk untuk memberikan dukungan keuangan sehingga negara-negara seperti Indonesia dapat mencapai target pengurangan emisinya.


Green Climate Fund medukung negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam program ketahanan terhadap iklim dengan pembangunan rendah emisi. GFC ini nantinya akan membantu pendanaan program, proyek, kebijakan dalam suatu negara untuk menanggapi perubahan iklim.


Secara garis besar, GFC ini nantinya akan membantu pendanaan berupa investasi publik untuk merangsang keuangan swasta, membuka investasi ramah iklim untuk emisi rendah dan iklim pembangunan yang tangguh. 


Program ini sangat penting bagi Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia diketahui memiliki lahan yang sangat luas. Namun pembangunan dan perkembangan juga tidak dapat dihindari seiring semakin meningkatnya pembangunan yang terjadi. 


Seperti yang diketahui, Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang tangguh dan konsisten sebesar sekitar 6% per tahun selama 15 tahun terakhir. Namun tidak dapat dipungkiri juga Indonesia sebagai penghasil gas rumah kaca kelima terbesar di dunia.


Disadari atau tidak, perkembangan dan pembangunan sebuah negara terkadang tidak senada dengan alam. Oleh karena itu, keberadaan GFC ini nantinya diharapkan memberikan dampak yang sangat besar dalam peningkatan kualitas  lahan dan ketahanan Iklim di Indonesia.


Program apa saja yang mendapat Suntikan Pendanaan GFC di Indonesia ?

Program utama GFC adalah  membantu negara berkembang dalam menjaga ketahanan iklim disaat meningkatkan pembangunan dalam suatu negara.

Adapun beberapa program GFC di Indonesia diantaranya:


1. Geothermal Resource Risk Mitigation (GREM) Project

Indonesia memiliki potensi sumber daya energi panas bumi terbesar di dunia, tetapi pengembangannya terbatas karena biaya pengembangan tahap awal yang berisiko dan mahal. Hambatan-hambatan ini semakin dipersulit dengan adanya kerangka tarif panas bumi yang harus kompetitif untuk memungkinkan investasi sektor swasta.


Proyek ini bertujuan untuk membantu Pemerintah Indonesia meningkatkan pengembangan energi panas bumi dengan cara memperkenalkan mekanisme mitigasi risiko hulu yang dirancang dengan baik dan dengan mempromosikan lingkungan regulasi yang kondusif. Dengan mengembangkan sumber daya panas bumi, proyek ini diharapkan dapat menghindari 102,2 juta ton CO2 dalam jangka waktu 10 tahun, sementara pada saat yang sama memenuhi kebutuhan elektrifikasi.


Di bawah program ini, pengembang panas bumi sektor publik dan swasta akan memiliki akses dana untuk membantu mengurangi risiko pengembangan tahap awal. Fasilitas mitigasi risiko sumber daya panas bumi akan menyediakan pembiayaan kontingensi dan pinjaman lunak untuk pengeboran konfirmasi sumber daya.


2. Climate Investor One ("CIO")

Climate Investor One ("CIO") adalah fasilitas pendanaan padanan yang menyediakan dana untuk proyek-proyek energi terbarukan skala menengah di negara-negara berkembang. Fasilitas pendanaan ini memecahkan masalah terlalu sedikitnya modal swasta yang mengalir ke infrastruktur pasar negara berkembang dengan memposisikan modal donor secara strategis sebagai elemen kehilangan risiko pertama, dan dengan demikian mengatalisasi investasi komersial. Semua investasi menjadi sumber energi terbarukan dan bersih, sehingga menghindari emisi GRK.


CIO terdiri dari tiga dana yang terpisah namun saling terkait secara operasional, masing-masing dirancang sesuai fase siklus hidup proyek: Dana Pembangunan (Development Fund/DF), Dana Ekuitas Konstruksi (Construction Equity Fund/CEF) dan Dana Refinancing (Refinancing Fund/RF). DF terdiri dari modal donor dan menyediakan modal fase pengembangan proyek yang langka dalam bentuk pinjaman lunak. CEF menyediakan modal semua ekuitas untuk membiayai pembangunan proyek dan terdiri dari tiga tahapan: 20% ekuitas junior (modal donor), 40% ekuitas biasa (modal komersial) dan 40% ekuitas senior (modal komersial).


Di Indonesia, CIO menargetkan hidro, matahari, atap dan mini-grid. CIO melakukan semua investasi sesuai dengan Prinsip-prinsip Investasi yang Bertanggung Jawab.


3. Pembayaran Berbasis Hasil REDD+ Indonesia

Green Climate Fund (GCF) mendukung seluruh fase dalam mekanisme Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) oleh Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC). Program perdana REDD+ Results- Based Payments (RBP) terbuka untuk negara-negara yang telah menyelesaikan dua fase pertama dan memiliki hasil untuk periode 2013 hingga 2018. Program perdana ini dimulai pada Oktober 2017 dan akan ditutup pada Pertemuan Dewan GCF Terakhir pada tahun 2022. 


Dari tahun 2014 hingga 2016, Indonesia mencapai hasil penurunan emisi sesuai dengan penghitungan kembali Tingkat Emisi Rujukan Deforestasi dan Degradasi Hutan (FREL) yang berjumlah 144,989,856 ton CO2 eq, yang 27 juta tCO2 eq-nya diajukan untuk pembayaran berbasis hasil (RBP) dari fasilitas REDD+ GCF. Jumlah yang diajukan untuk RBP setelah penyesuaian setara dengan USD 103.8 juta pada USD 5 per ton CO2 eq.  


Indonesia akan menggunakan dana untuk penguatan koordinasi, implementasi, dan arsitektur REDD+ secara keseluruhan, dukungan tata kelola hutan lestari yang terdesentralisasi melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan Hutan Desa, serta pengelolaan proyek.


4. Sub national Climate Fund (SnCF)

Sub national Climate Fund (SnCF) merupakan payung pendanaan untuk meningkatkan jumlah proyek berdampak sosial dan lingkungan di tingkat sub nasional (daerah), pada sektor air dan sanitasi, pengolahan limbah, energi terbarukan, efisiensi energi, pertanian berkelanjutan, dan kota cerdas (e-mobility). Program ini akan menyediakan bantuan teknis dan blended finance untuk mempercepat pengembangan dan investasi dari portofolio proyek infrastruktur berkelanjutan. SnCF menjadi langkah awal dari inisiatif besar yang berusaha mengembangkan dan mereplikasi sumber pendanaan untuk infrastruktur berkelanjutan.


Pegasus Capital Advisors (Pegasus) akan mengawasi mobilisasi pembiayaan, sementara International Union for Conservation of Nature (IUCN) akan memimpin proses pemberian bantuan teknis.


Program ini akan dilaksanakan di 42 negara termasuk Indonesia, dan diperkirakan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca pada tingkat global hingga 77,6 juta ton CO2ek untuk jangka waktu 20 tahun. Setiap pelaksanaan proyek di bawah program SnCF akan didiskusikan dengan National Designated Authority (NDA) dari setiap negara.


5. Program Kesiapan (Readness Programe)

Program Kesiapan ini mencakup kegiatan yang saling terkait untuk mencapai lima hasil kesiapan utama:


Penguatan kapasitas negara - memperbaiki mekanisme koordinasi dan prosedur NOL dari GCF NDA, mengembangkan sistem pemantauan dan pengawasan, dan kegiatan penguatan kapasitas lainnya.


Pelibatan pemangku kepentingan - mengarusutamakan pendekatan multi-pemangku kepentingan dengan fokus kesetaraan gender dan sosial yang kuat ke dalam alur kerja NDA GCF.


Realisasi akses langsung - mengidentifikasi dan mendukung entitas yang dipilih melalui proses akreditasi GCF.


Akses finansial - mengidentifikasi dan mengembangkan proyek potensial bankable, perjodohan antara sektor swasta, lembaga keuangan, (D)AE dan pengembang proyek.


Mobilisasi sektor swasta - mengidentifikasi hambatan investasi, mengembangkan solusi, dan memfasilitasi perjodohan peminjam untuk investasi iklim.


Siapa saja Lembaga Pengelola GCF?

Green Climate Fund (GCF) adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang mengurangi emisi gas rumah kaca (mitigasi) dan meningkatkan kemampuan untuk menanggapi perubahan iklim (adaptasi). Lembaga pendanaan ini didirikan oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada 2010.


Secara tugas pokok, ada tiga actor penting dalam pengelolaan GCF. Ketiga actor tersebut diantaranya National Designated Authority (NDA), Entitas Terakreditasi (Accredited Entities/AE), dan Entitas Pelaksana (Executing Entities/EE). 



National Designated Authority (NDA)

NDA berfungsi sebagai penghubung utama antara negara bersangkutan dengan Green Climate Fund (GCF). Badan Kebijakan Fiskal merupakan NDA GCF di Indonesia. NDA GFC juga menjadi penghubung antara GFC dengan pihak pemerintah yang dalam hal ini dipegang oleh Menteri Keuangan. 


Entitas Terakreditasi (Accredited Entities/AE)

AE, atau Entitas Terakreditasi, adalah lembaga atau organisasi yang terakreditasi oleh GCF untuk melakukan berbagai kegiatan seperti mengembangkan dan mengajukan proposal pendanaan serta mengawasi manajemen dan implementasi proyek dan program. AE dapat berasal dari sektor swasta atau publik dan dapat berupa entitas internasional atau entitas domestik.


Ada dua jenis AE GCF, berdasarkan modalitas akses: International Access Entities dan Direct Access Entities. Indonesia saat ini memiliki satu DAE terakreditasi, yaitu PT SMI, dan dua DAE yang masih dalam proses akreditasi, yaitu Indonesia Infrastructure Finance (IIF) dan Kemitraan.

Entitas Pelaksana (Executing Entities/EE)

Pemilik proyek yang bukan merupakan AE dapat bertindak sebagai Executing Entity (EE), atau Entitas Pelaksana. Sementara AE bertindak sebagai manajer program dana, EE mengawasi pelaksanaan kegiatan yang didukung oleh GCF di bawah pengawasan AE. AE juga dapat bertindak sebagai EE.


Apa saja manfaat GCF di masa yang akan datang?

Program GCF bisa dimanfaatkan tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga jangka Panjang. Semua elemen bisa menikmati manfaat dari GCF ini. Bagi Indonesia secara umum, Program ini bisa meningkatkan jumlah O2, Meningkatkan kualitas Oksigen, mengurangi dampak rumah kaca, dan Mempercepat pembangunan


Bagi rakyat Indonesia tentunya program ini memiliki manfaat yang sangat penting. Semakin meningkatkan kadang oksigen dan tentunya akan berdampak pada Kesehatan masyarakat di Indonesia. 


Selain dari itu, Masyarakat juga bisa memanfaatkan program ini dengan mengajukan proposal pendanaan. Selain dapat bermanfaat secara Kesehatan juga bermanfaat bagi ekonomi masyarakat. 

Untuk Informasi lebih lengkap seputar GCF bisa juga download Booklet di – UNDUH DISINI


Sumber: 

http://greengrowth.bappenas.go.id/kontribusi-gcf-terhadap-pendanaan-perubahan-iklim-di-indonesia-dan-langkah-ke-depan/

http://greengrowth.bappenas.go.id/apa-itu-green-climate-fund-dan-bagaimana-cara-mengaksesnya-di-indonesia/

https://madaniberkelanjutan.id/2020/09/23/dana-perubahan-iklim-dan-bpdlh

https://fiskal.kemenkeu.go.id/nda_gcf/

https://fiskal.kemenkeu.go.id/nda_gcf/proyek

https://fiskal.kemenkeu.go.id/nda_gcf/berita/kontribusi-gcf-terhadap-pendanaan-perubahan-iklim-di-indonesia-dan-langkah-ke-depan

https://fiskal.kemenkeu.go.id/nda_gcf/tentang-gcf

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/15950/Green-Climate-Fund-untuk-Pembangunan-di-Indonesia.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar